Tradisi ini mengajarkan untuk saling berbagi dalam harmoni budaya leluhur.
Bapak Kepala Desa Borobudur menuturkan, Saparan merupakan tradisi sakral yang digelar setiap tahun, agar warga terhindar dari kemalangan dan petaka.
Tradisi Saparan warga Desa Borobudur ini dilaksanakan setiap setahun sekali di bulan Safar penanggalan Jawa.Biasanya digelar selama dua hari atau lebih.
Pada hari pertama digelar doa bersama di Kantor Balai Desa setempat.
“Untaian doa ini untuk memohon kepada Sang Khalik, agar kehidupan warga lebih tenteram gemah ripah loh Jinawi, sekaligus mengirim doa untuk para leluhur, termasuk para Kepala Desa Borobudur terdahulu,” kata Kepala Desa Borobudur, Anwar Ujang Maryadi Lukman,SE seusai kirab tumpeng saparan,Meliputi 52 RT dan 17 RW, keberadaan desa berpenduduk 9.000 lebih ini menjadi bagian penting dari wisata dan sejarah konservasi Candi Borobudur.
Dengan jaman yang semakin maju dengan generasi milenial Saparan Desa Borobudur tetap mempertahankan nilai budaya lokal seperti kirab tumpeng, ingkung ayam beserta hasil bumi dengan berjalan kaki, ke sejumlah titik lokasi bersejarah. Yang diikuti oleh jajaran perangkat Desa setempat, Lembaga-lembaga Desa Borobudur, Tokoh Masyarakat serta warga Desa Borobudur dengan berbusana Jawa kebaya dan surjan.
Kirab dimulai dari Kantor Balai Desa Borobudur, menuju Pasar Borobudur dan pelataran candi, untuk berbagi dan melakukan doa bersama.
Di Pasar Borobudur tumpeng dibagikan kepada para pedagang sebagai simbol ekonomi dan ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan.
Kirab tumpeng ini juga menjadi perjalanan religi warga Borobudur, untuk napak tilas bekas lokasi kampung halaman mereka yang kini menjadi zona satu pelataran Candi Borobudur.
“Ikatan sejarah warga dengan Candi Borobudur sangat kuat. Pohon beringin ini merupakan cikal bakal pasar Borobudur sebelum di lokasi sekarang. Dahulu kampung Borobudur ada di bawah Candi Borobudur sebelum direlokasi,” kenang Bapak Kepala Desa.
Tumpeng yang dibawa itu kemudian diarak berjalan kaki mengelilingi Candi Borobudur, dengan langkah sunyi para warga.
Sedangkan sebagai puncak dari gelar budaya Perti Desa Borobudur ini adalah pagelaran wayang kulit sebanyak dua kali dengan dalang dan alur cerita berbeda. Pagelaran wayang kulit ini berlangsung hingga menjelang dini hari dan hari kedua juga sampai dini hari.