Desa Wisata Tuyuhan yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Masyarakat setempat percaya bahwa berdirinya desa itu karena jasa seorang tokoh besar yang disegani, yaitu Mbah Djumali. Berdasarkan manuskrip Silsilah Mbah Djumali dan hasil wawancara dengan Kyai Mohammad Yafi'uddin dan Kyai Ahmad Wahyudi, Pimpinan Pondok Pesantren Al Hassan yang juga keturunan dari Mbah Djumali, apabila ditarik garis keturunannya maka silsilah Mbah Djumali akan sampai kepada Mbah Sambu Lasem serta Jaka Tingkir.
Pada tahun 1734 Masehi, ada seorang lelaki dari Lasem yang pergi menuju hutan arah selatan yang dikenal angker untuk membuka pemukiman baru, orang itu dikenal sebagai Mbah Djumali. Pembukaan hutan untuk pemukiman baru merupakan perwujudan syiar agama Islam. Masyarakat di sekitar tempat pada saat itu masih memiliki rasa takut dengan hal-hal mistis. Oleh karena itu, Mbah Djumali mendirikan sebuah gubug di sekitar sungai sebagai perjuangan awalnya. Akhirnya dengan kemampuan ilmu agama dan kemampuan sosial dalam mengajak orang lain, pemukiman baru terwujud. Orang-orang semakin banyak yang tinggal di tempat baru tersebut, akhirnya didirikanlah sebuah padepokan sebagai tempat pengajaran Islam oleh Mbah Djumali.
Meskipun sudah banyak masyarakat yang tinggal di sana, akan tetapi keyakinan dan rasa takut terhadap hal mistis masih belum sirna sepenuhnya. Terutama dengan keberadaan batu besar di sungai wilayah itu, masyarakat menganggap bahwa batu tersebut angker karena merupakan kerajaan jin yang perlu dihindari. Syiar Islam yang dilakukan Mbah Djumali menjadi cara untuk menegakkan syariat serta memperbaiki mental masyarakat yang seperti itu, masih percaya dengan benda mati yang memiliki penunggu. Kenyataan itu membuat Mbah Djumali memiliki cara unik untuk melakukan syiar Islam, yaitu dengan cara “uyuh” (istilah untuk buang hajat dalam Bahasa Jawa Kuno) di atas batu besar yang dianggap angker. Kegiatan itu dilakukan secara terus-menerus setiap hari oleh Mbah Djumali. Melihat tindakan yang dilakukan Mbah Djumalli tersebut, akhirnya masyarakat setempat semakin terbuka pemikirannya bahwa batu besar itu tidaklah angker. Melalui cara itu Mbah Djumali juga mengajarkan bahwa yang berhak untuk ditakuti adalah Allah SWT.
Keilmuan dan kealiman Mbah Djumali membuat masyarakat semakin menghormatinya. Seiring perkembangan waktu pemukiman yang didirikan Mbah Djumali berkembang menjadi perkampungan yang besar, sampai saat ini masyarakat mengenalnya sebagai “Desa Tuyuhan”. Nama itu diambil dari kalimat “watu panggon uyuhan” yang dalam Bahasa Indonesia berarti “batu tempat buang hajat”. Sejalan dengan perkembangan pemukiman itu, padepokan tempat Mbah Djumali mengajarkan syariat Islam juga berkembang pesat. Padepokan itu sampai sekarang dikenal sebagai Pondok Pesantren Al Hassan.
Perkembangan Pondok Pesantren Al Hassan sendiri sebagai bentuk syiar Islam Mbah Djumali masih bertahan sampai sekarang. Saat ini Pondok Pesantren Al Hassan dipimpin oleh keturunan ketujuh dari Mbah Djumali yaitu Kyai Mohammad Yafi'uddin dan Kyai Ahmad Wahyudi (Kakak Ipar). Saat ini tidak hanya melalui pondok pesantren, akan tetapi keturunan Mbah Djumali meneruskan perjuangannya dengan mendirikan sekolah-sekolah umum berbasis agama di Desa Tuyuhan.
Belum ada atraksi
Belum ada homestay