Desa Wisata Lerep terletak di lereng gunung Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kab. Semarang, suasana pegunungan dengan udara sejuk dan pemandangan yang indah. Desa Lerep ditetapkan sebagai Desa Wisata berdasarkan Surat Keputusan Bupati Semarang No 556/0431/ 2015 tahun 2015. Pengelola Desa Wisata Lerep pada tahun 2015 adalah Pokarwis Rukun Santosa tetapi setelah terbentuknya Badan Usaha Milik Desa Gerbang Lentera Desa Lerep pengelolaan Desa Wisata dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa berdasarkan Peraturan Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat No 3 Tahun 2017 dimana Kegiatan Pariwisata merupakan salah satu unit usaha BUMDes dan saat ini Desa Wisata Lerep dikategorikan Desa Wisata Maju.
Paket Wisata “Pulang ke Rumah Nenek”
Desa wisata lerep mengandalkan kearifan lokal dan kreativitas warga dalam menyuguhkan paket-paket wisata Desa dengan nuansa pedesaaan dengan keramaham dan budaya masyarakat . Masyarakat Desa Lerep Sebagian besar masih berpenghasilan dari pertanian dengan topografi lereng gunung maka yang menjadi andalan pertanian desa Lerep adalah pertanian buah-buahan, singkong, ubi jalar dan sayuran; Dibidang peternakan andalan utama peternakan sapi perah; Para tamu ditawarkan pengalaman tinggal bersama warga desa untuk berkegiatan bersama dalam mengelola hasil bumi dan ternak. Adapun ragam kegiatan paket wisata “Pulang ke Rumah Nenek” yaitu:
Masih banyak ragam kegiatan yang dapat dinikmati saat berkunjung ke desa wisata Lerep, baik berkunjung seharian (one day) maupun menginap (live in)
Pasar Kuliner “Tempo Doeloe”
Harga -harga komoditi pertanian desa cenderung sangat murah tidak sepadan dengan jerih payah para petani; Sehingga masyarakat Desa Lerep menciptakan pasar Kuliner jajanan Ndeso tempo dulu yang diadakan setiap hari Minggu pon dan Minggu Pahing; Hasil pertanian diolah menjadi makanan tradisonal dengan konsep alami tanpa menggunakan bahan kimia, tanpa pewarna buatan, disajikan dengan kemasan daun dan anyaman bambu sehingga dapat memininalisir pembentukan sampah unorganic; Di dalam acara pasaran minggu pon dan Minggu Pahing ini dikemas dengan atraksi budaya tradisional, seluruh panitia dan pedagang menggunakan pakaian tradisional, dan di era pandemic ini menerapkan protokol Kesehatan yang ketat guna menjamin kebersihan dan Kesehatan Bersama; Pasar Jajanan ndeso melibatkan 312 pedagang, 20 orang panitia, 10 orang penjaga parkir, 30 orang ojek wisata, 22 orang penyaji kesenian tradisional, 12 orang pengatur jalan; Dengan adanya pasar jajanan ndeso membuka lapangan kerja di desa, meningkatkan nilai hasil pertanian dan tentunya meningkatkan kesejahteraan warga.
Puluhan Makanan Tradisional
Jenis makanan yang disajikan di pasar jajanan ndeso ini sangat unik dan susah sekali didapatkan di tempat lain seperti : Sego Iriban, Sego Tonjok, Krowodan Udan Angin; Sego Onyek, Dawet Nganten, Torok bentol, Dawet Brokohan, Bubur Suweg, Sego weton, Getuk Ndeler, Teh Tleser, Kopi Ceplus, Wedang Pala dll. Diantara makanan tradisional tersebut yang paling popular dan banyak peminatnya adalah sego iriban; Sego iriban sejatinya hanya ada setiap kali ada acara tradisi iriban wangan cenginging.
Tradisi Budaya “Iriban”
Tradisi iriban wangan cengining dilakukan oleh warga desa Lerep setahun sekali setiap bulan Rajab di hari Rabu Kliwon, seluruh warga berkumpul di sumber mata air cenginging guna melaksanakan acara bersih kali. Iriban berasal dari kata Irib-irib yang berarti nguri-nguri melestarikan sumber sumber air; Dalam acara iriban warga bergotong -royong membersihkan sumber air, melakukan penanaman pohon di sekitar sumber air dan mereka semua secara sukarela membawa bekal berupa ; ayam kampung, bebek putih, mentok; nasi putih dan urap gudangan; Binatang unggas yang dibawa oleh masyarakat dikumpulkan menjadi satu dekat sumber mata air; ratusan jumlah unggas yang dibawa masyarakat tersebut kemudian di sembelih di dekat sumber air kemudian bagian krakas ditusuk dengan sebilah bamboo kemudian dipanggang dalam kobaran api membara, sedangkan bagian jeroaan setelah dibersihkan dicampur dengan daun kudo, daun kopi, daun papaya, cikra-cikri dicampur jadi satu kemudian dimasukkan kedalam potongan ruas bambu kemudian di panggang/ dibakar atau dengan istilah lokal (dilemeng). Setelah krakas bakar dirasa matang kemudian dicacah beserta tulangnya dicampur dengan adonan lemeng bumbu urap , nasi putih digelar memanjang di atas daun pisang sepanjang pinggir sungai bisa mencapai Panjang 200 meter; diatas nasi putih itulah di taburkan cincang krakas panggang dan adonan lemeng, setelah dibacakan doa maka seluruh warga makan Bersama duduk berhadap-hadapan sepanjang gelaran bancakan iriban tersebut.
Keunikan dan Keunggulan Desa Wisata Lerep:
Kapan waktu yang tepat ke Desa Wisata Lerep?